Selasa, 18 November 2014

Selamat ulang tahun, Indah

Sayang saya tidak seberuntung yang lain... sepuluh tahun terakhir tidak banyak lagi waktu yg bisa diluangkan bersama Indah. Tapi setiap saya pulang kampung, bertemu beberapa jam, saya selalu pulang dengan rasa syukur. Allah memberi nikmat seorang sahabat yang walaupun diberkahi derajat yang tinggi, tapi dia selalu rendah hati. Membuat rindu. Menguatkan hati tiap mengingatnya.

Ini hari ulang tahunmu, hari lahirmu yang berulang. Kubayangkan Tante Baya dan Om Laica masih begitu muda, cantik dan gagah, tersenyum penuh syukur atas kelahiran putri bungsu mereka. Penggenap kebahagiaan. Kau mereka beri nama Indah Lestari. Kelak, berpuluh tahun dari waktu itu, kita semua sama-sama sepakat bahwa mereka tak salah memberimu nama.

Mari kugambarkan pada kalian sahabatku yang satu ini. Berawal dari sekolah tercinta SMA negeri 1 Makassar, aku yang tak punya banyak teman awalnya tak begitu tahu dirimu. Nurul teman sekelasku mengenalkanku pada dirimu, kalian dulunya bersekolah di sekolah yang sama. Tubuhmu mungil, suaramu khas, kau tak suka marah dan kau ke sekolah naik mobil diantar jemput seorang supir berkumis lebat tapi baik hati. Pak Anshar kalau aku tidak salah ingat namanya. Lalu momen yang mengasyikkan itu segera terjadi, kau, aku dan lima orang lainnya termasuk almarhumah Ama yang sudah pergi jauh meninggalkan kita, membuat geng. Perkenalkan, kami Teede. Jangan tanyakan artinya, sebab nama itu entah siapa yang mencetuskan, kepanjangannya kami buat setelah nama itu tertemukan. Terbalik sepertinya, tak apa sebab kami terlalu girang. Teede hanya sekedar pemuasan ego sekelompok anak perempuan usia belasan tahun yang takut dicap tidak keren lantaran tidak bisa menciptakan sebuah kelompok persahabatan. Haha...

Kau dan aku tak pernah sekelas. Menurutku itu karena kau terlalu pandai untuk sekelas denganku yang selalu merasa salah jurusan. Aku 'melamar' di kelas Sosial, lalu aku dijebloskan ke kelas Fisika. Kalian pasti bisa membayangkan betapa 'tertatihnya' aku belajar di sana. Tapi aku bercermin dari sikap disiplin dan bertanggungjawabmu. Bolos sekolah bukan tabiatku. Paling akan kau temukan aku di kursi belakang setengah tertidur atau manggut-manggut mengerti padahal kedua telingaku sedang tertutup earphone yang tersambung pada walkman yang kusembunyikan di dalam laci.

Walau tak sekelas, pertemuan kita bertujuh intens. Setiap pagi sebelum masuk kelas, jam istirahat, jam curi-curi keluar saat bosan dengan pelajaran di kelas, dan jam pulang sekolah. Aku sering nebeng di mobilmu saat pulang, entah untuk alasan apa. Rumahku hanya berjarak lima menit dari sekolah, tinggal menyeberang lalu masuk ke sebuah jalan pintas berkelok sebelum akhirnya tiba di rumahku. Entah awalnya kau yang mengajak ataukah aku yang minta diajak. Paling-paling kita cuma punya tiga menit bersama di atas mobil, lalu supirmu akan menginjak rem tepat di depan jalan pintas tadi. Dadah Memey.... Begitu biasa kau berucap dan akupun berlalu dengan sedikit bahagia sebab sudah bisa merasakan sejuknya pendingin udara di dalam mobilmu walau cuma sebentar.

Kau punya segalanya yang diimpikan seorang anak perempuan. Orang tua yang sangat pengertian dan baik hati, kakak-kakak yang penyayang, ayahmu dulu seorang pejabat tinggi negara, kau punya mobil sedan, rumahmu bagus... Aku masih ingat kamarmu dulu yang dipenuhi boneka layaknya kamar seorang anak gadis, pakaian-pakaian dengan label bermerek yang kerap membuatku menelan ludah. Aku semestinya iri dan menginginkan apa yang terjadi pada hidupmu menimpaku juga, tapi entah mengapa hal itu tidak pernah terjadi. Setengah mati jika ingin mencari celamu, kau kaya tapi murah hati. Kau punya ayah orang penting tapi kau sangat ramah. Kau naik mobil, tapi kau berteman dengan semua orang.

Tahun demi tahun berlalu, kita nyaris tak berjumpa lagi. Yang kuingat sekali waktu aku masih 'berkelana' dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lain, aku sesekali ke rumahmu demi menumpang makan dan tidur. Kau selalu menyambut tanpa banyak bertanya ini itu. Tanpa menggurui walau kau tahu masalah yang kuhadapi serumit labirin. Bahkan waktu aku jatuh sebenar-benarnya jatuh, kau tak pernah menghakimi; Mengapa kau lakukan itu?

Aku ingat, kau sangat rajin belajar. Kau bersungguh-sungguh. Dua pertiga malam biasanya kau bangun untuk melakukan shalat, lanjut ke dapur merebus dua butir telur yang akan kau santap dengan kecap manis. "Makanan apa itu?" tanyaku ingin tahu. "Ini untuk tambah energi, Memey. Besok aku mau ujian." Kau tidak tidur lagi hingga pagi, kau sibuk melafalkan sederet nama-nama latin yang memusingkan. Biasanya aku jatuh tertidur dan bangun mendapatimu sudah siap berangkat ke kampus. "Kau akan menunggu di sini, atau kuantar ke mana?" Aku biasanya memilih pergi. Kapan-kapan saat aku butuh numpang makan dan tidur lagi, aku pasti datang lagi.

Setelahnya kita kita jarang bertemu lagi. Aku datang bersama yang lain ke acara pernikahanmu, setelah itu kita saling melupakan sebentar. Aku tak tahu berita kelahiran anak-anakmu, kau tak datang saat anak-anakku lahir. Itu waktu jeda persahabatan kita, sebab dulu kita tak punya fesbuk atau path. Nokia pun masih jawaranya, tak perduli tak ada warna-warni di layarnya dan camera 360 belum tertemukan untuk membantu kita mengaburkan bekas-bekas jerawat dan flek di wajah. Kita berjibaku dengan hidup kita masing-masing, tapi tetap kuyakin di suatu detik di antara jeda itu, aku mengingatmu seperti kau mengingatku.

Lalu aku harus pergi. Merantau, benar-benar pergi meninggalkan keluarga dan kampung halaman. Pergi mencari-cari di mana gerangan Allah sedang menyebarkan benih-benih rezekiku. Kau berhasil jadi dokter, begitu yang kudengar samar-samar. Lalu si jenius Yahudi--tak usah kusebut namanya, sebab ia termasuk golongan yang haram menurut beberapa orang-- memperkenalkan fesbuk. Kau kutemukan lagi, jejakmu bisa kutelusuri lagi. Diam-diam, aku berterima kasih pada dia yang tidak boleh disebutkan namanya.

Tulisan ini jelas bukan untuk meniadakan sahabatku yang lain, ah bukankah sudah kukatakan tadi ini ulang tahunmu? Terakhir kita berjumpa, lebaran kemarin. Aku menjemputmu di rumah sakit tempat kau berpraktek, lalu kita duduk-duduk sebentar di sebuah kedai kue. Menyimakmu bercerita membuatku sedikit mengacuhkan hidangan di atas meja. Seperti biasa kau mengeluhkan makanku tak banyak, mungkin karena lambungku kecil, aku mencoba beralasan. Kau memang membesar seiring waktu, aku stagnan dengan berat tubuh yang dimiliki seorang anak gadis--ini hal yang membanggakan sekaligus menyakitkan sebab selalu aku jadi olok-olok kalian bahwa gemuk itu tanda bahagia, kurus tanda makan hati...hiks--.  Hampir setahun dari hari ini, kita juga sempat bersua demi melepaskan seorang sahabat anggota Teede almarhumah Ama, yang mudah-mudahan di waktu lain bisa kutuliskan beberapa kalimat untuk mengenangnya. Hari itu kita lebih banyak menangis dibanding tertawa atau saling mencela. Di hari itu kita juga belajar menangis sambil tertawa sebab tiba-tiba aku ingat almarhumah yang semasa hidupnya begitu lucu, sering berpura-pura kelebihan huruf alias okkots--bahkan di saat menulis-- dan ia yangselalu gagal untuk tidak jadi sasaran celaan kita. Apakah nanti saat ditanya malaikat, ia juga masih 'okkots' seperti biasa? begitu mendadak aku bertanya. Dengan wajah masih berlinangan air mata, kita pun terbahak-bahak.

Jelas sudah tak banyak waktu yang pernah kuhabiskan bersamamu. Tapi waktu yang sedikit itu mampu menyimpulkan sebuah kata: precious. Kau indah seperti namamu. Terima kasih untuk menerimaku apa adanya dan masih terus menyemangatiku padahal aku ini jelas contoh yang buruk bagi yang lain. Kau menghakimi dengan kasih sayang, dan kalau hidup dan keagungan berpihak padamu, itu bukan karena kau beruntung. Itu upah dari kerendahan hati yang kau pelihara. Kau tunjukkan cara mencintai Tuhan dengan perilaku, bukan lewat kata-kata panjang yang membuat kening harus berkerut. Dan kau tidak pernah berusaha memimpin orang lain bahkan untuk sebuah tujuan yang mulia sekalipun. Kau duduk sama rata dengan kami si pendosa, yang masih pandai berkelit dari kewajiban-kewajiban kepada si Pemilik Kehidupan demi menuntaskan urusan-urusan duniawi.

Kini kau dengan pengetahuanmu diijinkan untuk membantu orang lain. Kudoakan kau selalu kuat untuk menjaga ikhlasmu. Sebab, orang mudah tergelincir dengan pengetahuan dan derajat yang diamanahkan padanya, semoga kau selalu dilindungi. Kau pasti punya cela seperti layaknya manusia lainnya, tapi semoga dan semoga Allah selalu berkenan menutup aib-aibmu dan membantumu menjaga kehormatanmu.

Terakhir, ijinkan kukutip status kakakmu di path pagi ini. Status yang membuat iri, berharap kita semua bisa seberuntung kalian memiliki jalinan persaudaraan yang sedemikian kentalnya.

Selamat ulang tahun buat adikku sayang, Indah Lestari Daeng Kanang. Setiap saya menasehati Aisyah, saya selalu mengambil contoh tante Indah-nya. Sejak sekolah dasar selalu juara kelas, dalam segala hal yang diminatinya selalu hebat. Sholat dan mengajinya rajin, puasa Senin-Kamisnya juga rajin, wudhunya selalu dijaga tidak rusak. Dokter yang selalu dicari kembali oleh pasiennya, Ibu yang selalu disambut kepulangannya dengan gembira oleh anak dan suaminya. Sebagai teman, biarlah teman-temannya saja yang menilai. Tante Indah yang dicap dengan stempel 'baik sekali'. Rasa sayangnya ke saya tidak bisa saya jabarkan. Semua kebahagiaannya selalu dibagi ke saya, semua sedih dan susahku sebisa mungkin dia ringankan. Apa saja yang kau harapkan temui dalam sosok seorang adik perempuan, saya punyai dengan nilai A+. Semoga Allah selalu melindungi kita, amin yaa Rabbal alamin.



-semoga Allah menjagamu selalu-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar